MAKALAH
ILMU BUDAYA DASAR
“PENDIDIKAN
KARAKTER GUNA MENINGKATKAN SUMBERDAYA MANUSIA DALAM MENGHADAPI MEA (MASYARAKAT
EKONOMI ASEAN)”
Dosen : Edi Fakhri , SS., M.Sos
Disusun Oleh :
Basrudin Azmar (51415272)
Kelas : 1IA06
TEKNIK INFORMATIKA
UNIVERSITAS GUNADARMA
ATA 2015/2016
ABSTRAK
Era Masyarakat
Ekonomi ASEAN (MEA) menjadi tantangan dan sekaligus peluang
bagi masyarakat Indonesia. Dampak
penerapan MEA tidak hanya pada sektor perdagangan
tapi juga semua sektor. Semua sektor
harus bersiap untuk menghadapi penerapan MEA ini.
Salah satu apek yang perlu disiapkan
adalah Sumber Daya Manusia (SDM) yang
berkualitas. Dalam hal ini peningkatan
kualitas SDM yang dimaksud disiapkan melalui
jalur pendidikan, khususnya di Perguruan
Tinggi.
Perguruan Tinggi
dituntut menyiapkan mahasiswa agar menjadi lulusan-lulusan yang
mampu bersaing dalam era MEA. Upaya
penyiapan mahasiswa agar siap menghadapi
MEA dapat dilakukan Perguruan Tinggi
melalui jalur akademik dan non akademik. Upaya
tersebut bersinergi dan berkesinambungan
agar mahasiswa memiliki karakter yang mampu
menjadikannya mampu bersaing dalam era
MEA. Adapun karakter yang dimaksud antara
lain: inisiatif, integritas, komitmen,
kreatif, mandiri, managemen diri, dan kerja sama.
KATA PENGANTAR
Pertama-tama
saya panjatkan puji dan sukur kepada Allah swt. karena dengan rahmat dan
karunianya penulis dapat menyelesaikan
makalah ini yang berjudul “Pendidikan Karakter guna
Meningkatkan sumber daya Manusia dalam
menghadapi MEA (Masyarakat Ekonomi Asean)”
Ini dapat saya selesaikan, Makalah ini
saya buat sebagai kewajiban memenuhi tugas.
Dalam kesempatan ini, penulis menghaturkan terimakasih yang
dalam kepada semua
pihak
yang telah membantu menyumbangkan ide dan pikiran mereka demi terwujudnya
makalah
ini.
Diharapkan para pembaca memberikan saran dan kritik yang bersifat membangun
guna
mewujudkan
kesempurnaan makalah ini, semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembacanya.
Depok, Juni 2016
Basirudin Azmar
BAB
I
Pendahuluan
1.1 Latar
Belakang
Tahun 2015 tepatnya bulan Desember merupakan awal diterapkannya system
perekonomian bebas pada tingkat ASEAN atau dikenal dengan Masyarakat Ekonomi
ASEAN (MEA). Dengan demikian, masyarakat Indonesia harus mempersiapkan diri
dengan sebaik-baiknya sehingga mampu bersaing dalam sistem MEA. Dampak
terciptanya MEA adalah pasar bebas di bidang permodalan, barang dan jasa, serta
tenaga kerja. Diterapkan MEA bukan menjadi penjajahan ekonomi Indonesia justru
menjadi tantangan yang harus dihadapi dalam meningkatkan perekonomian
Indonesia, khususnya dan tingkat ASEAN pada umumnya. Tujuan dibentuknya MEA
adalah untuk meningkatkan stabilitas perekonomian dikawasan ASEAN, serta
diharapkan mampu mengatasi masalah-masalah dibidang ekonomi antar negara ASEAN.
Pembentukan MEA berawal dari kesepakatan para pemimpin ASEAN dalam Konferensi
Tingkat Tinggi (KTT) pada Desember 1997 di Kuala Lumpur, Malaysia.
Kesepakatan ini bertujuan meningkatkan daya saing ASEAN serta bisa
menyaingi Tiongkok
dan
India untuk menarik investasi asing. Modal asing dibutuhkan untuk meningkatkan
lapangan pekerjaan dan kesejahteraan warga ASEAN. Pada KTT selanjutnya yang
berlangsung di Bali Oktober 2003, petinggi ASEAN mendeklarasikan bahwa
pembentukan MEA pada tahun 2015.
Implementasi
MEA ini, menjadi ajang bagi Negara-negara ASEAN khususnya Indonesia untuk dapat
memiliki peluang dengan memanfaatkan keunggulan-keunggulan pertumbuhan ekonomi
di dalam negeri sebagai basis memperoleh keuntungan. Implementasi MEA tidak terlepas
resiko-resiko yang akan dihadapi nantinya, seperti bagaimana kesiapan sumber
daya manusia, hasil produk, kesedianya infrastruktur yang baik, kebijakan
pemerintah yang diambil dan lainnya.
Tentunya resiko-resiko tersebut dapat diatasi dengan adanya
kolaborasi yang apik antara otoritas negara dan para pelaku usaha diperlukan,
infrastrukur baik secara fisik dan sosial (hukum dan kebijakan) perlu dibenahi,
serta perlu adanya peningkatan kemampuan serta daya saing tenaga kerja dan
perusahaan di Indonesia. Dalam kaitan antisipasi menghadapi penerapan MEA,
pendidikan merupakan unsur penting yang harus mendapat prioritas utama.
Sebagaimana dinyatakan Ki Hadjar Dewantara bahwa “Pendidikan merupakan daya
upaya memajukan pertumbuhan budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intelect)
dan tubuh anak, dimana bagian-bagian tersebut tidak boleh dipisahkan agar kita
dapat memajukan kesempurnaan hidup anak-anak kita”. Senada dengan hal tersebut,
pendidikan diharapkan dapat memberi sumbangan bagi perkembangan seutuhnya setiap
orang, baik jiwa, raga, intelijensi, kepekaan, estetika, tangung jawab, dan nilai-nilai
spiritual. Melalui pendidikan, setiap orang hendaknya dapat diberdayakan untuk berpikir
mandiri dan kritis. Dalam dunia yang terus berubah dan diwarnai oleh inovasi sosial
dan ekonomi, pendidikan tampak sebagai salah satu kekuatan pendorong untuk meningkatkan
kualitas imajinasi dan kreativitas sebagai ungkapan dari kebebasan manusia dan
standarisasi tingkah laku perorangan. Kesempatan atau peluang perlu diberikan
kepada generasi muda untu melakukan percobaan dan menemukan sesuatu yang baru (UNESCO,
1996: 94).
1.2 Tujuan
Pendidikan diharapkan mempunyai outcome berupa life
skill, yang menjadi bagian konsep dasar pendidikan nasional. Life skill merupakan
kemampuan, kesanggupan dan ketrampilan yang harus dimiliki dalam menjalani proses
kehidupan. Sehingga sanggup bersaing dan terampil dalam menjaga kelangsungan
hidup dan tantangan pada masa depan (M takdir ilahi, 2012). Hal
yang perlu disiapkan dalam menghadapi MEA adalah Sumber Daya
Manusia (SDM) yang handal mampu bersaing dengan sumber daya manusia dari anggota
MEA itu sendiri.
Penyiapan sumber daya manusia yang dilakukan salah satunya melalui
jalur pendidikan tinggi yaitu pada mahasiswa-mahasiswa yang ada di
kampus. Mahasiswa yang rata-rata berusia 20 tahun, merupakan aset bangsa yang sangat
berharga karena mahasiswa masih berada pada masa-masa keemasan dalam mencari jati diri.
Perguruan tinggi menjadi ladang yang sangat luas untuk mengali ilmu yang diperlukan di masa
depan. Sehingga mahasiswa lulus dengan harapan sudah mempunyai beberapa kompetensi
atau memiliki kemampuan (skill) pada dirinya.
Kompetensi mahasiswa lulus dan siap untuk menghadapi MEA bukan
hanya kompetensi akademik (intelektual) saja yang dibutuhkan. Karena persaingan
yang sangat terbuka akan hadir di MEA dalam ajang mencari sumber daya manusia
yang mempunyai kualifikasi dan sertifikasi keahlian tertentu. Maka lulusan perguruan
tinggi harus benar-benar memberikan outcome dalam memenuhi harapan dalam
dunia MEA nantinya. Lulusan perguruan tinggi dituntut harus memiliki hard
skills dan sekaligus soft skills (karakter). Kemampuan hard
skills merupakan kemampuan penguasaan pada aspek teknis dan pengetahuan
yang harus dimiliki sesuai dengan kepakaran ilmunya. Soft skills adalah keterampilan
seseorang dalam berhubungan dengan orang lain (interpersonal skills) dan keterampilan
dalam mengatur dirinya sendiri (intrapersonal skills) yang mampu mengembangkan
unjuk kerja secara maksimal. Soft skills merupakan
keterampilan dan kecakapan hidup, baik untuk sendiri maupun kecakapan dengan orang
lain. Hard skills dan soft skills merupakan satu kesatuan yang tidak bisa
dipisahkan, di dalam implementasi kehidupan saling beriringan. Sehingga terjadi
keseimbangan dalam mencapai tujuan hidup. Oleh sebab itu, pembinaan karakter pada
mahasiswa perlu dibangun atau dikuatkan contohnya membangun kepercayaan diri,
motivasi diri, manajemen waktu, mempunyai kreatif dan inovatif berpikir positif, serta
membangun komunikasi dengan orang lain. Selain itu,
menumbuhkan jiwa berwirausaha pada mahasiswa juga sangat penting dilihat
sebagai sasaran MEA adalah bagaimana sistem perdagangan menjadi tujuan utama, dan
karakter-karakter lain yang perlu bangun dan dikembangakan dalam diri
mahasiswa. Kemampuan-kemampuan tersebut dapat dilatih dan dikembangkan
melalui pendidikan, organisasi dan pelatihan-pelatihan khusus. Dengan demikian,
pendidikan tinggi berperan penting dalam pembentukan
karakter anak bangsa.
Pembahasan
tentang bagaimana pendidikan, khususnya pendidikan tinggi harus merespon dengan
tepat agar dapat menyiapkan SDM yang berkualitas agar siap menghadapi MEA
dengan cara penguatan karakter tentu perlu diungkap dengan jelas. Dengan
penguatan karakter pada mahasiswa diharapkan mampu menciptakan
generasi-generasi bangsa yang siap bersaing pada era Masyarakat Ekonomi ASEAN
(MEA) 2015.
1.3 Ruang Lingkup Materi
Permasalahan dalam pembahasan
mahalah ini adalah Pendidikan karakter pada Mahasiswa Untuk memberikan kejelasan
makna serta menghindari meluasnya pembahasan, maka dalam makalah ini masalahnya
dibatasi pada :
1.
Dampak MEA (Masyarakat
Ekonomi ASEAN)
2.
Kebijakan pemerintah
dalam Menangani MEA
3.
Pendidikan Karakter
4.
Revolusi Mental dan Nawa
Cita
BAB II
LADASAN MATERI
1.1
Dampak
MEA
Gambaran karakteristik utama MEA adalah pasar tunggal dan basis
produksi; kawasan ekonomi yang berdaya saing tinggi; kawasan dengan pembangunan
ekonomi yang adil; dan kawasan yang terintegrasi ke dalam ekonomi global. Dampak
terciptanya MEA adalah terciptanya pasar bebas di bidang permodalan, barang dan
jasa, serta tenaga kerja. Konsekuensi atas kesepakatan MEA yakni dampak aliran
bebas barang bagi negara-negara ASEAN, dampak arus bebas jasa, dampak arus
bebas investasi, dampak arus tenaga kerja terampil, dan dampak arus bebas
modal. Dari karakter dan dampak MEA tersebut di atas sebenarnya ada peluang
dari momentum MEA yang bisa diraih Indonesia. Dengan adanya MEA diharapkan
perekonomian Indonesia menjadi lebih baik. Salah satunya pemasaran barang dan
jasa dari Indonesia dapat memperluas jangkauan ke negara ASEAN lainnya. Pangsa
pasar yang ada di Indonesia adalah 250 juta orang. Pada MEA, pangsa pasar ASEAN
sejumlah 625 juta orang bisa disasar oleh Indonesia. Jadi, Indonesia memiliki
kesempatan lebih luas untuk memasuki pasar yang lebih luas. Ekspor dan impor
juga dapat dilakukan dengan biaya yang lebih murah. Tenaga kerja dari
negara-negara lain di ASEAN bisa bebas bekerja di Indonesia. Sebaliknya, tenaga
kerja Indonesia (TKI) juga bisa bebas bekerja di negara-negara lain di ASEAN.
Dampak Positif lainnya yaitu investor Indonesia dapat memperluas
ruang investasinya tanpa ada batasan ruang antar negara anggota ASEAN. Begitu
pula kita dapat menarik investasi dari para pemodal-pemodal ASEAN. Para
pengusaha akan semakin kreatif karena persaingan yang ketat dan para
professional akan semakin meningkatakan tingkat skill, kompetansi dan
profesionalitas yang dimilikinya.
Namun, selain peluang yang terlihat di depan mata, ada pula
hambatan menghadapi MEA yang harus kita perhatikan. Hambatan tersebut di
antaranya : pertama, mutu pendidikan tenaga kerja masih rendah, di mana hingga
Febuari 2014 jumlah pekerja berpendidikan SMP atau dibawahnya tercatat sebanyak
76,4 juta orang atau sekitar 64 persen dari total 118 juta pekerja di
Indonesia. Kedua, ketersediaan dan kualitas infrastuktur masih kurang sehingga
mempengaruhi kelancaran arus barang dan jasa. Menurut Global Competitiveness
Index (GCI) 2014, kualitas infrastruktur kita masih tertinggal dibandingkan
negara Singapura, Malaysia, Brunei Darussalam dan Thailand. .Ketiga, sektor
industri yang rapuh karena ketergantungan impor bahan baku dan setengah jadi.
Keempat, keterbatasan pasokan energi. Kelima, lemahnya Indonesia menghadapi serbuan
impor, dan sekarang produk impor Tiongkok sudah membanjiri Indonesia. Apabila
hambatan-hambatan tadi tidak diatasi maka dikhawatirkan MEA justru akan menjadi
ancaman bagi Indonesia.
1.2 MEA dan kebijakan pemerintah
Menjelang MEA yang sudah di depan
mata, pemerintah Indonesia diharapkan dapat mempersiapkan langkah strategis
dalam sektor tenaga kerja, sektor infrastuktur, dan sektor industri. Dalam
menghadapi MEA, Pemerintah Indonesia menyiapkan respon kebijakan yang berkaitan
dengan Pengembangan Industri Nasional, Pengembangan Infrastruktur, Pengembangan
Logistik, Pengembangan Investasi, dan Pengembangan Perdagangan
(www.fiskal.depkeu.go.id). Selain hal tersebut masing-masing Kementrian dan
Lembaga berusaha mengantisipasi MEA dengan langkah-langkah strategis.
Pemerintah berusaha mengubah
paradigma kebijakan yang lebih mengarah ke kewirausahaan dengan mengedepankan
kepentingan nasional. Untuk bisa menghadapi persaingan MEA, tidak hanya swasta
(pelaku usaha) yang dituntut harus siap namun juga pemerintah dalam bentuk
kebijakan yang pro pengusaha.
Negara
lain sudah berpikir secara entrepreneurial (wirausaha), bagaimana agar
pemerintah berjalan dan berfungsi
laksana seubah organisasi entrepreneurship yang berorientasi pada hasil. Maka
dengan momentum MEA ini sudah tiba saatnya pemerintah Indonesia mengubah pola
pikir lama yang cenderung birokratis dengan pola pikir entrepreneurship yang
lebih taktis, efektif dan efisien. Sebagai contohnya adalah kebijakan subsidi
Bahan Bakar Minyak (BBM) sebesar Rp 300 triliun (US$ 30 miliar) yang kurang
produktif diarahkan kepada pembiayayaan yang lebih produktif misalnya investasi
infrastruktur.
Dalam bidang pendidikan, Pemerintah
juga dapat melakukan pengembangan kurikulum pendidikan yang sesuai dengan MEA.
Pendidikan sebagai pencetak sumber daya manusia (SDM) berkualitas menjadi
jawaban terhadap kebutuhan sumber daya manusia. Oleh karena itu meningkatkan
standar mutu sekolah menjadi keharusan agar lulusannya siap menghadapi
persaingan.
Kegiatan
sosialisasi pada masyarakat juga harus ditingkatkan misalnya dengan Iklan
Layanan Masyarakat tentang MEA yang berusaha menambah kesiapan masyarakat
menghadapinya.
Mendikbud
Anies Baswedan mengatakan, meningkatkan standar mutu pendidikan salah satunya
dengan menguatkan aktor pendidikan, yaitu kepala sekolah, guru, dan orang tua.
Menurutnya, kepemimpinan kepala sekolah menjadi kunci tumbuhnya ekosistem
pendidikan yang baik. Guru juga perlu dilatih dengan metode yang tepat, yaitu
mengubah pola pikir guru.
Dalam
bidang Perindustrian, Menteri Perindustrian Saleh Husin juga memaparkan
strategi Kementrian Perindustrian menghadapi MEA yaitu dengan strategi ofensif
dan defensif. Strategi ofensif yang dimaksud meliputi penyiapan produk-produk
unggulan. Dari pemetaan Kemenperin, produk unggulan dimaksud adalah industri
agro seperti kakao, karet, minyak sawit, tekstil dan produk tekstil, alas kaki
kulit, mebel, makanan dan minimum, pupuk dan petrokimia, otomotif, mesin dan peralatan,
serta produk logam, besi, dan baja. Adapun strategi defensive dilakukan melalui
penyusunan Standar Nasional Indonesia untuk produk-produk
manufaktur.(www.kemenperin.go.id)
Menteri
Perdagangan, Rachmat Gobel punya langkah-langkah yang akan dilakukan untuk
menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2019. Salah satunya adalah
mencanangkan Nawa Cita Kementerian Perdagangan, dengan menetapkan target ekspor
sebesar tiga kali lipat selama lima tahun ke depan. Cara tersebut bisa
dilakukan dengan membangun 5.000 pasar, pengembangan Usaha Mikro Kecil dan
Menengah (UMKM) serta peningkatan penggunaan produk dalam negeri. Adapun target
ekspor pada 2015 dibidik sebesar US$192,5 miliar. Selanjutnya pemerintah juga
menyiapkan strategi subsititusi impor untuk meningkatkan ekspor, dan memberi
nilai tambah produk dalam negeri. Pada saat ini 65 persen ekspor produk
Indonesia masih mengandalkan komoditas mentah.Pemerintah berusaha membalik
struktur ekspor ini yaitu dari komoditi primer ke manufaktur, dengan komposisi 35
persen komoditas dan 65 persen manufaktur. Oleh karena itu, industri manufaktur
diharapkan tumbuh dan fokus pada peningkatan kapasitas produksi, untuk
meningkatkan ekspor sampai 2019.
Pemerintah
juga mendekati industri yang berpotensi menyumbang peningkatan ekspor, misalnya
industri otomotif. Diketahui, industri otomotif berencana mengekspor 50 ribu
sepeda motor ke Filipina. Kementerian Perdagangan juga mendorong sektor mebel
untuk semakin menggenjot ekspornya. Selain itu, sektor perikanan juga memberikan
optimisme terhadap peningkatan ekspor Indonesia.
Tak
hanya itu, pemerintah juga akan memperkuat produk UKM dengan membina melalui
kemasan, sertifikasi halal, pendaftaran merek, dan meningkatkan daya saing
produk dalam negeri. Lalu, mereka juga memfasilitasi pelaku UKM dalam pameran
berskala internasional. Melalui fasilitas itu, Kementerian Perdagangan
berharap, produk serta merek yang dibangun oleh pelaku UKM di Indonesia dapat
dikenal secara global.
BAB III
PEMBAHASAN
1.1 Masyarakat
Ekonomi Asean
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015 menuntut masyarakat Indonesia
mempunyai mental luar biasa, karena berhadapan dengan masyarakat dari luar
Indonesia. Salah satu upaya pembentukan masyarakat Indonesia yang bermental
luar biasa melalui jalur pendidikan. Pendidikan merupakan usaha mewariskan
nilai-nilai luhur bangsa untuk menciptakan generasi bangsa yang unggul
intelektual, berkepribadian, dan memiliki identitas kebangsaan. Pendidikan dan
pembentukan karakter sesuai dengan yang tercantum dalam fungsi dan tujuan
pendidikan nasional. Oleh karena itu, dunia pendidikan harus merespon dengan
tepat agar dapat menyiapkan SDM yang berkualitas. Dengan penguatan karakter
pada mahasiswa diharapkan mampu menciptakan generasi-generasi bangsa yang siap
bersaing pada era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015. Karakter merupakan
aktualisasi dari soft skill seseorang, yang mana karakter merupkancara
berpikir dan perilaku yang menunjukkan cirri khas dari seseorang dan
bekerjasama dengan orang lain dan mampu bertanggungjawab dengan apa yang
menjadi keputusannya. Maka soft skill pada individu (mahasiswa) bisa
dibangun dan dikembangkan, oleh karena itu pengembangan soft skill melalui
berbagai pelatihan tidak jauh berbeda dengan apa yangsekarang dikenal dengan
pengembangan karakter bangsa. Jadi, konsep soft skill maksudnya
tidak
lain adalah karakter.(Marzuki, 2012)Mahasiswa yang memiliki soft skill akan
lebih siap dalam menghadapi persaingan dalam era MEA. Terdapat perbedaan
kebutuhan dan pengembangannya serta sudut pandang terhadap hard skills dan
soft skills antara dunia kerja/usaha dan perguruan tinggi pada saat ini.
Rasio kebutuhan soft skills dan hard skills di dunia kerja/usaha
berbanding terbalik dengan pengembangannya di perguruan tinggi.
Kesuksesan di dunia kerja/usaha 80% ditentukan oleh mind set (soft
skills) yang dimilikinya dan 20% ditentukan oleh technical skills
(hard skills). Menurut Illah Sailah (2007), bahwa
pendidikan di Indonesia muatan softskills hanya 10 % sedangkan hard
skills 90 %, begitu juga Menurut penelitian di
Harvard University Amerika Serikat ternyata kesuksesan seseorang tidak
ditentukan semata-mata oleh pengetahuan dan kemampuan
teknis (hard skills) saja, tetapi lebih oleh kemampuan mengelola
diri dan orang lain (soft skills), Penelitian ini mengungkapkan, kesusksesan
hanya ditentukan sekitar 20 % oleh hard skills dan sisanya 80 %
oleh soft skills.
Menurut
Elfindri, dkk. (2011:68) menyatakan hasil penelitian psikologi social menunjukkan
bahwa orang yang sukses di dunia ditentukan oleh peranan ilmu sebesar 18%, sisanya
82% dijelaskan oleh ketrampilan emosional soft skills dan jenisnya. Dunia
kerja menyatakan bahwa yang dimaksud dengan lulusan yang “high
competence” yaitu merekayang memiliki kemampuan dalam aspek teknis dan
sikap yang baik. Suatu program studi dinyatakan
baik oleh perguruan tinggi, jika lulusannya memiliki waktu tunggu yang singkat untuk
mendapatkan pekerjaan pertama, namun dunia kerja mengatakan bukan itu,
melainkan seberapa tangguh seorang lulusan untuk memiliki komitmen atas
perjanjian yang telah dibuatnya pada pekerjaan pertama. Oleh karena itu, setiap
kelulusan Perguruan Tinggi harus dibekali
dengan pembangunan karakter yang terintegrasi pada proses kegiatan perkuliahan. Sesuai
dengan Fungsi Pendidikan Nasional yang tertuang dalam UU No 20 Tahun 2003 tentang
Sisdiknas menyatakan bahwa Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan
dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab. Hal tersebut menegaskan bahwa tujuan
pendidikan bukan hanya sekedar pengajaran ilmu, tetapi juga bertujuan membina dan
mengembangkan potensi subjek didik menjadi manusia yang
berbudaya, sehingga diharapkan mampu memenuhi tugasnya sebagai
manusia yang diciptakan Allah Tuhan Semesta Alam dan sekaligus menjadi warga negara
yang berarti dan bermanfaat bagi suatu Negara. Susilo
Bambang Yudhoyo (Masaong, 2012) mengemukakan bahwa pada waktu menjadi
Presiden Republik Indonesia mengatakan bahwa ada lima agenda utama pendidikannasional,
yaitu (1) pendidikan dan pembentukan watak (character building), (2)
pendidikan dan kesiapan menjalani kehidupan, (3) pendidikan dan lapangan kerja,
(4) membangun masyarakat berpengetahuan, (5) membangun budaya inovasi. Thomas
lictona dalam Lukiyati (2014) mengatakan bahwa pendidikan karakter adalah upaya
mengembangkan kebajikan sebagai fondasi dari kehidupan yang berguna, bermakna, produktif
dan fondasi untuk masyarakat yang adil, penuh belas kasih dan maju.
1.2 Pendidikan Karakter
Karakter yang baik meliputi tiga komponen utama, yaitu: moral
knowing, moral feeling, moral action.
Moral
knowing meliputi: sadar moral, mengenal nilai-nilai moral, perspektif,
penalaran moral, pembuatan keputusan dan pengetahuan tentang diri. Moral
feeling meliputi: kesadaran hati nurani, harga diri, empati, mencintai
kebaikan, kontrol diri dan rendah hati. Moral action meliputi kompetensi,
kehendak baik dan kebiasaan Pendidikan karakter penting diajarkan untuk menjadi
manusia yang cerdas, jujur, tangguh, dan peduli. Keempat hal tersebut beralasan
untuk menjadi kunci sukses. Apabila mempunyai kecerdasan maka akan bisa memilah
mana yang baik dan salah. Kecerdasan, harus diimbangi dengan kejujuran untuk
mendapatkan kepercayaan orang lain. Sedangkan tangguh diperlukan karena yang
bermain dalam MEA 2015 bukan hanya masyarakat Indonesia tapi juga negara lain
di ASEAN. Sikap peduli tidak kalah pentingnya dengan ketiga hal tadi, karena
dengan sikap peduli dengan orang lain, maka akan mudah untuk menjaga hubungan
baik dengan yang lain. Menurut Ki Hajar Dewantoro dalam buku panduan Kurikulum
Perguruan Tinggi (2014) bahwa Karakter adalah nilai-nilai yang khas-baik (tahu
nilai kebaikan, mau berbuat baik, nyata berkehidupan baik, dan berdampak baik
terhadap lingkungan) yang terpateri dalam diri dan terejawantahkan dalam
perilaku. Karakter merupakan ciri khas seseorang atau sekelompok orang yang
mengandung nilai, kemampuan, kapasitas moral, dan ketegaran dalam menghadapi
kesulitan dan tantangan. Menurut Zamroni (2010), pendidikan karakter adalah
berkaitan dengan pengembangan nilai-nilai, kebiasaan-kebiasaan yang baik, dan
sikap yang positif guna mewujudkan individu yang dewasa dan bertanggung jawab.
Lebih lanjut pendidikan karakter berkaitan dengan pengembangan pada diri
peserta didik, kemampuan untuk merumuskan kemana hidupnya menuju, dan sesuatu
yang baik dan sesuatu yang jelek dalam mewujudkan tujuan hidup itu. Karena
itulah pendidikan karakter merupakan proses yang berlangsung terus menerus
tanpa henti. Suwarsih Madya (2011: 88) dalam Buku Pendidikan Karakter dalam
Perspektif Teori dan Praktik mengemukakan bahwa dalam pengimplementasiannya di
perguruan tinggi perlu dirancang secara komprehensif dengan mencakup penciptaan
budaya dan lingkungan kerja. Dalam hal ini, diperlukan peran serta aktif dari
seluruh pengampu kepentingan internal (pimpinan, dosen, karyawan, mahasiswa) dan
pengampu kepentingan eksternal, khususnya pengguna lulusan dan alumni. Sasaran
pendidikan karakter di perguruan tinggi adalah mahasiswa selaku generasi muda
yang berperan sebagai agen of change.
Mahasiswa sebagai intelektual muda calon pemimpin masa depan
merupakan asset bangsa yang berharga. Pengembangan intelektual, keseimbangan
emosi, dan penghayatan spiritual mahasiswa merupakan prioritas pembimbingan
mahasiswa agar menjadi warga Negara yang bertanggung jawab serta berkontribusi
pada daya saing bangsa. Undang- undang nomor 12 tahun 2012 menyatakan bahwa
untuk meningkatkan daya saing bangsa dalam menghadapi globalisasi di segala bidang,
diperlukan pendidikan tinggi yang mampu mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi
serta menghasilkan intelektual, ilmuwan, dan/atau profesional yang berbudaya
dan kreatif, toleran, demokratis, berkarakter tangguh, serta berani membela
kebenaran untuk kepentingan bangsa. Hal tersebutlah yang menunjukkan tuntutan
pembinaan soft skill
(karakter)
mahasiswa. Elfindri, dkk (2011: 10) mendefinisikan soft skills sebagai
keterampilan hidup yangsangat menentukan keberhasilan seseorang, yang wujudnya
antara lain berupa kerja keras, eksekutor, jujur, visioner, dan disiplin. Soft
skills merupakan ketrampilan dan kecakapan
hidup
yang harus dimiliki baik untuk diri sendiri, kelompok, atau bermasyarakat,
serta berhubungan dengan sang Pencipta. Menurut Kaipa & Milus (2005; 3-6)
bahwa soft skills adalah kunci untuk meraih kesuksesan, termasuk di dalamnya
kepemimipinan, pengambilan keputusan, penyelesaian komplik, komunikasi,
kreativitas, kemampuan presentasi, kerendahan hati dan kepercayaan diri,
kecerdasan emosional, interitas, komitmen dan kerja keras. Berthal ( Illah
Sailah, 2008) soft skills adalah ”Personal and interpersonal
behaviors that develop and maximize human performance (e.g. coaching,
team building, initiative, decision making etc.). Soft skills does not
include technical skills such as financial, computing and assembly
skills “. Sedangkan Peggy dalam bukunya yang berjudul The Hard Truth
about Soft Skills yang terbit tahun 2007, menyatakan bahwa “soft skills
encompass personal, social, communication, and self management
behaviours, they cover a wide spectrum: self awareness, trustworthiness,
conscientiousness, adaptability, critical thinking, organizational
awareness, attitude, innitiative, emphathy, confidence, integrity,
self-control, leadership, problem solving, risk taking and time
management”. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh negara-negara
Inggris, Amerika dan
Kanada,
ada 23 atribut soft skills yang dominan di lapangan kerja. Ke 23 atribut
tersebut diurut berdasarkan prioritas kepentingan di dunia kerja, yaitu
1.
Inisiatif 13.
Manajemen diri
2.
Etika/integritas 14.
Menyelesaikan persoalan
3.
Berfikir kritis 15.
Dapat meringkas
4.
Kemauan belajar 16.
Berkoperasi
5.
Komitmen 17.
Fleksibel
6.
Motivasi 18.
Kerja dalam tim
7.
Bersemangat 19.
Mandiri
8.
Dapat diandalkan 20.
Mendengarkan
9.
Komunikasi lisan 21.
Tangguh
10.
Kreatif 22.
Berargumentasi logis
11.
Kemampuan analitis 23.
Manajemen waktu
12.
Dapat mengatasi stress
Aribowo (Illah Sailah, 2008) membagi soft skills menjadi
dua bagian, yaitu intrapersonal skills dan interpersonal skills. Intrapersonal
skills adalah keterampilan seseorang dalam ”mengatur” diri sendiri. Intrapersonal
skills sebaiknya dibenahi terlebih dahulu sebelum seseorang mulai
berhubungan dengan orang lain. Adapun Interpersonal skills adalah
keterampilan seseorang yang diperlukan dalam berhubungan dengan orang lain. Dua
jenis keterampilan tersebut dirinci sebagai berikut:
1.
Intrapersonal Skill
a.
Transforming Character
b.
Transforming Beliefs
c.
Change management
d.
Stress management
e.
Time management
f.
Creative thinking processes
g.
Goal setting & life purpose
h. Accelerated
learning techniques
2.
Interpersonal Skill
a.
Communication skills
b. Relationship
building
c.
Motivation skills
d.
Leadership skills
e.
Self-marketing skills
f.
Negotiation skills
g.
Presentation skills
h.
Public speaking skills
Belakangan yaitu kira-kira tahun 2006-an sedang dikembangkan
atribut lain yang tergolong pada extra personal concern, yang mengandung
makna kearifan/welas asih atau wisdom. Atribut ini penting karena kalaulah dia
menjadi seorang pengusaha maka tidak menjadi
pengusaha
yang bengis, memiliki kebijakan yang berorientasi pada win-win solution.
Profil tenaga kerja yang dibutuhkan pasar adalah bahwa aspek soft skills (kepemimpinan,
personalitas, dan motivasi) tenaga kerja dominan sebagai persyaratan yang
diperlukan dunia kerja. Hampir semua aspek soft skills dan motivasi menjadikan
syarat pokok bagi tenaga kerja di dunia industri.
Implementasi penguatan karakter mahasiswa di perguruan tinggi
dapat dilaksanakan dengan berbagai sistem sesuai dengan kultur atau iklim
perguruan tinggi itu sendiri. Contohnya trilogi pendidikan taman siswa yang
dikemukakan Ki Hadjar Dewantara sebagai salah satu dari sistem pendidikan
karakter dengan sistem among. Ajaran tesebut meliputi:
a. Ing
Ngarso Sung Tulodho : bila telah menjadi pejabat/pimpinan wajib menjadi
suri
tauladan
bagi sesama dan yuniornya. Pengabdian kepada masyarakat dengan semboyan ilmu
amaliah dan amal ilmiah, demi kemaslahatan masyarakat luas bukan sekedar untuk
golongan atau pribadinya.
b. Ing
Madya Mangun Karso : mendorong mahasiswa agar dapat proaktif berbaur dan memotivasi
lingkungan KBM guna meningkatkan kualitas pendidikan (setiakawan, kompetisi,
kreatif, inovasi, analisis). Pada tingkat Sekolah Menengah hingga Perguruan
Tinggi.
c. Tut
wuri handayani : memerdekakan mahasiswa untuk mengembangkan kreatifitasnya,
mendorong mahasiswa atau pamong membina dari belakang tidak boleh sekedar
mendikte.
Ajaran tersebut dapat diimplementasikan dalam pelaksanaan
pendidikan karakter bagi mahasiswa dengan tiga jalur, yaitu: (1) kurikuler yang
mana pendidikan karakter terintegrasi dalam perkuliahan; (2) kokurikuler dengan
kegiatan-kegiatan terprogram dan terstruktur sebagai contoh kegiatan pelatihan Emotional
Spiritual Quotient (ESQ), tutorial PendidikanAgama, pelatihan kreativitas Creativity
training, pelatihan kepemimpinan (leardership training),
pelatihan kewirausahaan (entrepreneurship training); (3) Ekstrakulikuler
yang mana kegitan ini bertujuan untuk mengembangkan bakat, minat dan kegemaran
mahasiswa, kegiatan dari ekstrakulikuler beragam sebagai contoh dari aspek
penalaran, olahraga, seni dan minat khusus. Hal tersebut sebagaimana diungkap
Herminarto Sofyan (2011). Hasanah (2013:188) juga mengemukakan: Implementasi
pendidikan karakter juga harus disesuaikan dengan visi dan misi
perguruan
tinggi dengan berbasis jurusan dan atau program studi. Penyelenggaraan pendidikan
karakter di perguruan tinggi dilakukan secara terpadu melalui tiga jalur, yaitu
pembelajaran, managemen perguruan tinggi dan kegiatan kemahasiswaan. Nilainilai
karakter yang diterapkan adalah dengan memilih nilai-nilai inti (core value)
yang akan dikembangkan dan diimplementasikan pada masing-masing jurusan dan
atau program studi.”
Program pengembangan pendidikan karakter membutuhkan perencanaan,
implementasi, evaluasi dan tindak lanjut. Secara garis besar untuk tiap tahapan
sebagaimana Tabel 1.
1.3 Tahap dan Kegiatan Program Pendidikan Karakter
Tahap
|
Kegiatan
|
Perencanaan
|
a.
Mengidentifikasi kegiatan kampus yang dapat merealisasikan
pendidikan
karakter, baik pembelajaran, managemen kampus
maupun
kegiatan kemahasiswaan.
b.
Mengembangkan rancangan pelaksanaan kegiatan dari program
pendidikan
karakter (tujuan, materi, fasilitas, jadwal, fasilitator,
pendekatan,
pelaksanaan, evaluasi)
c. Menyiapkan
fasilitas pendukung pelaksanaan program pembentukan
karakter di
perguruan tinggi
|
Implementasi
|
Pembentukan
karakter melalui kegiatan pembelajaran dalam semua
mata kuliah,
melalui managemen perguruan tinggi (contoh: pelayanan
akademik,
peraturan akademik), melalui kegiatan kemahasiswaan
(contoh:
kepramukaan, latihan dasar kepemimpinan, dsb).
|
Monitoring dan
Evaluasi
|
Pemantauan
kesesuaian antara rencana dengan implementasi, antara lain dan pengukuran
efektifitas program untuk dapat diputuskan keberhasilannya . Hasil berupa data
tentang gambaran muu kualitas program, kendala-kendala pelaksanaan, saran dan
kritik terhadap program, tingkat keberhasilan program
|
Tindak lanjut
|
Penyempurnaan
program, dapat berupa perbaikan rencana, penambahan fasilitas, dsb
|
2.3 Revolusi Mental dan
Nawacita
Istilah revolusi mental saat ini bukanlah suatu istilah yang asing
lagi semenjak pemerintahan baru Jokowi-JK dilantik menjadi presiden dan wakil
presiden pada Oktober 2014. Mental itu berkaitan dengan pikiran (mind).
Mentalitas berkaitan dengan cara berpikir yang sudah menjadi kebiasaan
berpikir, dan suatu kebiasaan (habit) pada umunya terbentuk lewat pembiasaan.
Sehingga, mentalitas dapat diubah dengan cara melakukan inovasi
pendidikan dan perubahan pada kebiasaan.
Di dunia pendidikan, revolusi mental ditekankan pada pembentukan
karakter serta pengembangan kepribadian yang dapat membentuk jati diri bangsa.
Maka tidaklah berlebihan bila kita menyebut guru adalah kunci revolusi mental.
Revolusi mental memang harus dimulai dari dunia pendidikan dan secara simultan
berjalan di bidang-bidang lainnya. Mengapa dunia pendidikan? Karena paling
tidak selama 18 tahun waktu anak manusia dihabiskan di bangku pendidikan, mulai
taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi. Untuk itu tanggungjawab
seorang guru semakin bertambah untuk ikut membentuk jati diri bangsa melalui
peserta didiknya.
Hal ini didasari pada asumsi bahwa di sepanjang kehidupannya,
manusia akan selalu dihadapkan pada masalah-masalah, rintangan-rintangan
dalam mencapai tujuan yang ingin dicapai dalam kehidupan ini. Prinsip belajar
sepanjang hayat ini sejalan dengan empat pilar pendidikan universal, yaitu: (1) learning
to know, yang berarti juga learning to learn; (2) learning
to do; (3) learning to be, dan (4) learning to live
together.
Learning to know atau learning to learn mengandung
pengertian bahwa belajar itu pada dasarnya tidak hanya berorientasi kepada
produk atau hasil belajar, akan tetapi juga harus berorientasi kepada proses
belajar. Dengan proses belajar, siswa bukan hanya sadar akan apa yang harus
dipelajari, akan tetapi juga memiliki kesadaran dan kemampuan bagaimana cara
mempelajari yang harus dipelajari itu.
Learning to do mengandung
pengertian bahwa belajar itu bukan hanya sekedar mendengar dan melihat dengan
tujuan akumulasi pengetahuan, tetapi belajar untuk berbuat dengan tujuan akhir
penguasaan kompetensi yang sangat diperlukan dalam era persaingan global.
Learning to be mengandung
pengertian bahwa belajar adalah membentuk manusia yang “menjadi dirinya
sendiri”. Dengan kata lain, belajar untuk mengaktualisasikan dirinya sendiri
sebagai individu dengan kepribadian yang memiliki tanggung jawab sebagai
manusia.
Learning to live together adalah belajar untuk bekerjasama. Hal ini sangat diperlukan
sesuai dengan tuntunan kebutuhan dalam masyarakat global di mana manusia baik
secara individual maupun secara kelompok tak mungkin bisa hidup sendiri atau
mengasingkan diri bersama kelompoknya.
Revolusi mental merupakan harapan bangsa dan masyarakat saat ini
menuju perubahan jati diri bangsa yang lebih baik. Melakukan revolusi mental
guna membentuk revolusi karakter bangsa melalui dunia pendidikan, peneguhan dan
penguatan ke-bhinekaan dan memperkuat restorasi sosial merupakan bagian dari
titik pusat utamanya. Membentuk generasi yang kreatif dan berintelektual
menjadi latar belakang diwujudkannya revolusi mental bangsa. Oleh karena itu,
bidang pendidikan sangat penting dalam menjaga pengarahan dan peningkatan mutu
dan kesempurnaan aset hidup bangsa. melalui pendidikanlah akan diperolehnya
pemahaman-pemahaman baru dalam hal pengetahuan, keaktifan, dan kekritisan.
Namun, dalam menjalankan proses revolusi mental tidak hanya dengan berbicara
dan berdiskusi saja, tetapi harus diwujudkan dengan tindakan, yang dapat
diaplikasikan dalam kehidupan.
Adapun tujuan revolusi mental adalah sebagai berikut:
1. Mengubah cara pandang, piker dan sikap, perilaku
dan cara kerja.
2. Membangkitkan kesadaran dan membangun sikap
optimistic
3. Mewujudkan Indonesia yang berdaulat, berdikari
dan berkprebadian.
Delapan Prinsip Revolusi
Mental :
1. Bukan proyek tapi gerakan social.
2. Ada tekad politik untuk menjamin kesungguhan
pemerintah.
3. Harus bersifat lintas-sektoral.
4. Bersifat partisipasi (kolaborasi pemerintah,
masyarakat sipil, sector privat, dan akademisi)
5. Diawali dengan pemicu.
6. Desain program harus ramah pengguna, popular,
menjadi bagian dari gaya hidup dan sistemik-holistik (bencana semesta).
7. Nilai-nilai yang dikembangkan bertujuan mengatur
kehidupan social (moralitas public)
8. Dapat diukur dampaknya.
Tiga Nilai Tevolusi
Mental
1. Integrasi (jujur, dipercaya, berkarakter,
bertanggung jawab)
2. Etos kerja (etos kerja, daya saing, optimis,
inovatif dan produktif)
3. Gotong royong (kerja sama, solidaritas, komunai,
berorientasi pada kemaslahatan)
Strategi Internalisasi 3
Nilai Revolusi Mental
1. Jalur birokrasi
Internalisasi 3 nilai
revolusi mental pada Kementrian/Lembaga melalui:
1. Pembentukan tugas gugus dan pic
2. Tersusunnya program, kegiatan nyata berbasis
nilai-nilai revolusi mental.
3. Menjadi contoh tauladan (role model)
2. Jalur swasta
1. Memperkuat kemitraan antara pengusaha kecil dan
pengusaha besar.
2. Inseftif pengurangan pajak bagi pengusaha
Indonesia yang mengembangkan produk local inovatip.
3. Instruksi presiden kepada pengusaha media untuk
berkolaborasi mempromosikan revolusi mental.
4. Mengembangkan lembaga keuangan mikro di desa.
5. Mendukung inisiatif uaha menengah membuka
pasar/sentral yang menjual produk local yang inovatif, kreatif dan harga
terjangkau.
3. Jalur kelompok masyarakat
1. Pembudayaan 3 nilai revolusi mental dalam
kelompok masyarakat
2. Membangun role model
3. Aspirasi terhadap kelompok masyarakat
4. Keteladanan oleh tokoh
4. Jalaur pendidikan
1. Memperkuat kurikulum pendidikan kewarganegaraan
pada semua jenjang, jenis dan jalur pendidikan untuk membangun integrasi,
membentuk etos kerja keras dan semangat gotong royong.
2. Menerapkan ekstra kurikuler revolusi
mental di sekolah.
3. Meningkatkan sarana pendidikan yang merata.
4. Meningkatkan kompotensi guru dalam mendudkung
revolusi mental
Nawa Cita atau Nawacita adalah istilah umum yang diserap dari
bahasa Sanskerta, nawa (sembilan) dan cita (harapan, agenda, keinginan). Dalam
konteks perpolitikan Indonesia menjelang Pemilu Presiden 2014, istilah ini
merujuk kepada visi-misi yang dipakai oleh pasangan calon presiden/calon wakil
presiden Joko Widodo/Jusuf Kalla berisi agenda pemerintahan pasangan itu.
[1]Dalam visi-misi tersebut dipaparkan sembilan agenda pokok untuk melanjutkan
semangat perjuangan dan cita-cita Soekarno yang dikenal dengan istilah Trisakti,
yakni berdaulat secara politik, mandiri dalam ekonomi, dan berkepribadian dalam
kebudayaan.
Revolusi mental merupakan suatu gerakan seluruh masyarakat
baik pemerintah atau rakyat dengan cara yang cepat untuk mengangkat kembali
nilai-nilai strategi yang diperlukan oleh Bangsa dan Negara untuk mampu
menciptakan ketertiban dan Kesejahteraan rakyat sehingga dapat memenangkan
persaingan di era globalisasi. Revolusi mental mengubah cara pandang, pikiran,
sikap dan perilaku yang berorientasi pada kemajuan dan kemoderenan, sehingga
menjadi bangsa besar dan mampu berkompetisi dengan bangsa-bangsa lain di dunia.
Adapun 9 agenda
prioritas (Nawa Cita)
1. Menghadirkan kembali Negara untuk melindungi
segenap dan memberikan rasa aman pada suluruh warga Negara.
2. Membuat Pemerintah tidak absen dengan membangun
tata kelola Pemerintah yang bersih, efektif, demokratis dan terpercaya.
3. Membangun Indonesia dari pinggiran dengan
memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka Negara kesatuan
4. Menolak Negara lemah dengan melakukan reformasi
system dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat dan terpercaya.
5. Meningkatkan kualitas hidup manusia.
6. Mewujudkan melalui peningkatan kualitas
pendidikan dan pelatihan dengan program Indonesia Pintar, Indonesia Kerja dan
Indonesia Sejahtera.kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor
strategis ekonomi domestik.
7. Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing
di pasar internasional.
8. Melakukan revolusi karakter bangsa melalui
kebijakan penataan kembali kurikulum pendidikan nasional dengan mengedepankan
aspek pendidikan kewarganegaraan, yang menempatkan secara proporsional aspek
pendidikan, seperti pengajaran sejarah pembentukan bangsa, nilai-nilai
patriotisme dan cinta Tanah Air, semangat bela negara dan budi pekerti di dalam
kurikulum pendidikan Indonesia.
9. Memperteguh ke-bhinekaan dan memperkuat
restorasi sosial Indonesia melalui kebijakan memperkuat pendidikan ke-bhinekaan
BAB IV
Penutup
1.1 Kesimpulan
Berdasarkan
pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Pendidikan
karakter di perguruan tinggi penting agar mahasiswa dapat memiliki daya saing
global dan mampu menghadapi MEA.
2.
Pelaksanaan pendidikan karakter bagi mahasiswa dengan tiga jalur,
yaitu: (1) kurikuleryang mana pendidikan karakter terintegrasi dalam
perkuliahan; (2) kokurikuler dengankegiatan-kegiatan terprogram dan terstruktur
sebagai contoh kegiatan pelatihanEmotional Spiritual Quotient (ESQ),
tutorial Pendidikan Agama, pelatihan kreativitas Creativity training,
pelatihan kepemimpinan (leardership training), pelatihan kewirausahaan (entrepreneurship
training); (3) Ekstrakulikuler. Ketiga jalur tersebut sesuai pula dengan
ajaran Ki Hadjar Dewantara tentang trilogi pendidikan taman siswa dengan azas
sistem among, yang meliputi : ing ngarso sung tulodho, ing madya
mangun karso, tut wuri handayani.
3. Program
pengembangan pendidikan karakter membutuhkan perencanaan, implementasi, evaluasi
dan tindak lanjut. Kesemua tahapan harus dilakukan ssecara berkesinambungan agar
program pendidikan karakter dapat semakin sempurna.
1.2 Saran
Pada revolusi mental dan nawacita kedua point tersebut harus
betul-betul di implementasikan dan bukan hanya selogan belaka, pemerintah dan
presiden harus bekerja sama untuk membangun karakter bangsa yang bermarabat
1.2
Daftar Pustaka
Anonim. 2014. Pahami
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015 .Kompas (versi
elektronik). Diunduh
dari http://nationalgeographic.co.id/berita/2014/12/pahamimasyarakat-
ekonomi-asean-mea-2015,
pada tanggal 7 Agustus 2015.
Arya Baskoro. Peluang,
Tantangan dan Risiko bagi Indonesia dengan Adanya Masyarakat
Ekonomi Asean.
http://www. crmsindonesia.org/node/624, di akses tanggal 9
September 2015.
Elfindri, dkk. 2011. Soft
Skills untuk Pendidik. Praninta Offset
Hasanah. 2013.
Implementasi Nilai-nilai Karakter Inti di Perguruan Tinggi. Jurnal
Pendidikan
Karakter. Yogyakarta: LPPMP UNY
Herminarto Sofyan.
2011. Implementasi Pendidikan Karakter melalui Kegiatan
Kemahasiswaan. Artikel
dalam Buku Pendidikan Karakter dalam Perspektif Teori dan
Praktik.
Yogyakarta: UNY Press.
Illah Sailah, 2007. Pengembangan
Soft Skills di Perguruan Tinggi, Sosialisasi
Pengembangan
Soft Skills di Kopertis VII Surabaya
Kaipa P & Milus
T. 2005. Soft Skills are Smart Skills. Diunduh dari
Masaong, A.K.2012. Pendidikan
Karakter Berbasis Multiple Intelligence. Jurnal Konaspi
VII Universitas
Negeri Yogyakarta, 2012
Marzuki, 2012. Pengembangan
Soft Skill Berbasis Karakter Melalui Pembelajaran IPS
Sekolah
Dasar. Makalah seminar Nasional di IKIP PGRI Madiun.
Rukiyati, Y. Ch dkk.
(2014). Penanaman Nilai Karakter Tanggung Jawab dan Kerja Sama
Terintegrasi
dalam Perkuliahan Ilmu Pendidikan.Jurnal
Pendidikan Karakter, Tahun
IV, Nomor 2, Juni
2014.
Suwarsih Madya. 2011.
Pengintegrasian Pendidkan Karakter di Perguruan Tinggi. Artikel
dalam
Buku Pendidikan Karakter dalam Perspektif Teori dan Praktik.
Yogyakarta:
UNY Press. Undang-undang
Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2013 tentang Sistem Pendidikan